Pada hari Senin, pukul 08.wib, tanggal 22 Mei 2017 Dinas Kesehatan Provsinsi Sumatera Utara mengadakan Upacara Bendara dalam rangka Memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke 109 Tahun 2017. Upacara Bendera di Pimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan diikuti oleh seluruh staf di jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Dalam kesempatan itu Kepala Dinas Kesehatan membacakan isi Pidato Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sebagai berikut :
Semangat Kebangkitan Nasional tidak pernah memudar, namun justru semakin menunjukkan urgensinya bagi kehidupan berbangsa kita hari-hari ini. Padahal semangat itu sudah tercetus setidaknya 109 tahun yang lalu, ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo, namun sampai sekarang tetap sangat ampuh menyatukan dan menyemangati gerak kita sebagai banga.
Betapa tak mudahnya para pendahulu merajut angan ke Indonesiaan saat itu, ketika infrastruktur transportasi dan komunikasi masih terbatas, ketika sumber daya insani yang teguh dengan pemikiran ke Indonesiaan masih dapat dihitung dengan jari, ketika acuan untuk memperkokoh dasar-dasar kesamaan suku bangsa dan adat masih belum mengakar kuat, ketika semua itu berada dalam konteks ketakutan akan kekejaman kolonialis yang siaga memberangus setiap pemikiran yang mematik hasrat lepas dari belenggu penjajahan.
Presiden Joko Wododo pada awal tahun ini telah mencanangkan penekanan khusus pada aspek pemerataan dalam semua bidang pembangunan. Bukan berarti sebelummnya kita abai terhadap aspek ini. Malah sejak awal, dalam program Nawacica yang disusun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, aspek pemerataan mendapat porsi perhatian yang sangat tinggi. Pemerataan pembangunan antar wilayah hendak diwujudkan dengan mambangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan.
Pada wal tahun 2017 ini, meski angkanya membaik dibanding tahun sebelumnya, Koefisien Nisbah Gini atau Gini Ratio, yang merupakan ukuran kesenjangan distribusi pendapatan dan kekayaan penduduk, masih sekitar 40 persen, untuk itu, Bapak Presiden meminta aparat penyelenggara Negara bekerja keras menurunkan indeks kesenjangan tersebut melalui berbagai langkah dan multidimensi.
Memang persoalan pemerataan hampir merupakan masalah semua bangsa. Bahkan Negara-negara maju pun berkutat dengan isu kesenjangan yang sama. Beberapa Negara bahkan mencatat indeks yang lebih tinggi, lebih senjang, dibanding Indonesia. Namun bagi kita mewujudkan pemerataan yang berkeadilan sosial adalah juga menjadi penghormatan terhadap cita-cita para peletak dasar bangunan kebangsaan yang menginginkan tidak ada jurang yang membatasi penyebaran kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Bagi kita Kebangkitan Nasional hanya akan berarti jika tidak ada satu anak bangsa pun yang tercecer dari gerbong kebangkitan tersebut.
Berlatar belakang pemikiran tersebut, maka kiranya tema “Pemerataan Pembangunan Indonesia yang Berkeadilan sebagai Wujud Kebangkitan Nasional” yang menjadi tema peringatan hari kebangkitan nasional tahun 2017 ini adalah pesan yang tepat dan seogiyanya tidak hanya tertanam di dalam hati, namun juga segera di wujudkan melalui strategi, kebijakan, dan Implementasi dalam pelayanan kita kepada masyarakat dan bangsa.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan aspek pemerataan pembangunan di segala sektor, di sektor kelistrikan, misalnya, pembangunan ketenagalistrikan telah dilakukan di 2.500 desa yang belum mendapat aliran listrik. Pada saat yang sama, kebijakan pemerataan dilakukan melalui subsidi listrik yang difokuskan kepada masyarakat menengah ke bawah, sehingga bias dilakukan relokasi subsidi listrik tahun 2016 sebesar Rp. 12 Triliun, dialihkan untuk menunjang sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.
Pemerintah juga memandang bahwa pembangunan infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan pemerataan ekonomi dan meningkatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk juga salah satunya infrastruktur jalan raya. Baru-baru ini Bapak Presiden berkenan menjajal langsung jalan trans Papua yang sudah hampir selesai dibangun. Dari 4.300 kilometer jalan raya trans Papua, 3.800 kilometer diantaranya telah dibuka.
Dalam Bidang Agraria, juga telah diluncurkan kebijakan pemerataan ekonomi (KPE) yang bertumpu pada 3 pilar yaitu, lahan, kesempatan dan SDM. Kebijakan ini menitikberatkan pada Reforma Agraria, termasuk legalisasi lahan transmigrasi, pendidikan dan pelatihan vokasi, perumahan untuk masyarakat miskin perkotaan, serta ritel modern dan pasar tradisional.
Kebijakan ini bertitik berat pada proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan, penguasaan/akses, dan penggunaan lahan, yang dilaksanakan melalui jalur Tanah Objek Reforma Agrarian (Tora) dan perhutanan sosial. Melalui program Reforma Agrarian ini, pemerintah mengalokasikan kepemilikan lahan Tora dan pemberian legalitas akses perhutanan sosial kepada masyarakat bawah.
Pemerintah juga melakukan upaya pemerataan di sektor Kominfo melalui program Palapa Ring, berupa Proyek Pembangunan Jaringan Tulang Punggung Serat Optic Nasional untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia sehingga bekeradaan internet berkecepatan tinggi (Broadband) dapat dinikmati secara luas.
Satu abad lebih sejak organisasi Boedi Oetomo digagas telah memunculkan dimensi baru dalam laskap sosial budaya seluruh umat manusia. Perubahan besar telah terjadi, yang kalau boleh kita rangkum dalam satu kata, kiranya “Digitalisasi” adalah kata yang tepat.
Berkah Digitalisasi yang paling nyata hampir terjadi di setiap sektor terkait dengan dipangkasnya waktu perizinan. Proses perizinan yang berlangsung ratusan hari sampai tak terhingga dipangkas secara drastis hingga enam kali lebih cepat dari waktu semula. Perizinan di sektor listrik, misalnya, dari 923 hari menjadi 256 hari, periizinan pertanian dari 751 hari menjadi 192 hari, periizinan perindustrian dari 672 hari menjadi 152 hari, perizinan kawasan pariwisata dari 661 hari menjadi 188 hari. Demikian juga perizinan pertahanan dari 123 hari menjadi 90 hari, periizinan kehutanan dari 111 hari menjadi 47 hari, perizian perhubungan dari 30 hari menjadi 5 hari, perizinan bidang telekomunikasi dari 60 hari dipangkas menjadi 14 hari. Pemangkasan waktu perizinan ini dapat terlaksana berkat teknologi digitan.
Dengan inovasi digital, mungkin kita dihadapkan pada kejutan-kejutan dan tatacara baru dalam berhimpun dan berkreasi. Sebagian menguatkan, namun tak kalah juga yang mengancam ikatan-ikatan kita dalam berbangsa. Satu hal yang pasti, kita harus tetap berpihak untuk mendahulukan kepentingan bangsa di tengah gempuran lawan-lawan yang bisa jadi makin tak kasat mata. Justru karena itulah maka kita tak boleh meninggalkan orientasi untuk terus mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan sosial.
Semoga kita semua bisa meniti ombak besar perubahan digital dengan selamat dan sentosa dan berbuah manis bagi orientasi pelayanan kepada masyarakat. Hanya dengan semangat untuk tidak meninggalkan satu orang pun tercecer dalam Gerbong Pembangunan maka Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan Tetap Jaya.
Menteri Komunikasi dan Informatika RI
RUDIANTARA