MEDAN~
Pertemuan Evaluasi Lintas Sektor itu dibuka Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Rusdin Pinem, SKM, MSi, Mewakili Plt.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Drs. Basarin Yunus Tanjung, M.Si didampingi Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Provinsi Sumatera Utara, Cut Diana Mutia, SKM, MKes.
Dalam kata sambutannya, Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Rusdi Pinem, SKM, MSi, menjelaskan, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di asia tenggara. AKI juga masih jauh dari target secara global SDG’s tahun 2024 menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup. “Berdasarkan data survei demografi sample registration system (srs) tahun 2016 penyebab kematian ibu langsung adalah hipertensi dalam kehamilan (33,1%), pendarahan obstetrik (27,03%), komplikasi non obstetrik (15,7%), komplikasi obstetrik lainnya (12,04%), infeksi (6,06%), penyebab lainnya (4,81%),” ujarnya.
Rusdi Pinem menambahkan, berdasarakan laporan SDKI 2017 menunjukkan angka kematian neonatal 15 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian bayi 24 per 1000 kelahiran hidup. penyebab kematian neonatal terbanyak berdasarkan SRS 2016 adalah komplikasi kejadian intrapartum (28,3%), gangguan respiratori dan kardiovaskuler (21,3%), bblr dan prematur (19%), kelainan kongenital (14,8%) dan infeksi (7,3%). untuk penyebab kematian bayi adalah gangguan pada masa perinatal (49,8%), kelainan kongenital dan genetik (14,2%), pneumonia (9,2%), diare (7%), hemorragic fever (2,2%), meningitis (2%) dan gangguan metabolik (1,3%).
Jumlah kematian ibu dan bayi di Provinsi Sumatera Utara, menurut Rusdi Pinem, dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan kasus kematian yaitu kematian ibu tahun 2022 sebanyak 132 kasus sedangkan tahun 2023 sebanyak 202 kasus. kematian bayi di tahun 2022 sebesar 610 sedangkan di tahun 2023 sebesar 1007. sementara jumlah kematian ibu pada bulan september tahun 2024 sebesar 123, dan kematian bayi 627. kondisi ini mengisyaratkan perlunya upaya yang lebih strategis dan komprehensif yang melibatkan dari berbagai sektor.
Rusdi Pinem menjelaskan, sejalan dengan hasil kegiatan intervensi serentak pada bulan juni 2024, sebanyak 998.412 sasaran balita yang ditimbang dan diukur, terdapat sebanyak 232.320 balita yang bermasalah gizi. Permasalahan gizi yang terjadi adalah balita yang tidak naik berat badannya, balita yang berat badan kurang (underweight), gizi kurang (wasting), gizi buruk dan stunting. Dari hasil data e-PPGBM triwulan iii didapat persentase balita yang ditimbang sebesar 77, 61 %.
Saat ini stunting masih merupakan isu prioritas nasional, angka prevalensi stunting di indonesia menurut data survei kesehatan nasional (SKI) tahun 2023 sebesar 21,5%, dan prevalensi stunting di Sumatera Utara pada tahun 2022 sebesar 18,9%. Dengan target penurunan stunting secara nasional pada tahun 2024 sebesar 14%.
Selain permasalahan stunting, wasting juga masih menjadi permasalahan gizi di Sumatera Utara yang perlu ditangani, World Health Organization (WHO) menetapkan angka cut off wasting sebesar 5%, sesuai dengan hasil survei tahun 2023 angka wasting di sumatera utara sebesar 7,9% dan angka nasional sebesar 8,5%.
Dengan adanya kondisi permasalahan gizi tersebut, tentunya perlu adanya penanganan khusus, dalam hal ini adalah bagaimana mengintervensi balita bermasalah. Setiap permasalahan gizi tentu berbeda dalam intervensinya, untuk balita gizi buruk dengan stunting, intervensi yang sesuai aturan adalah dengan merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tatalaksana balita gizi bruuk atau balita stunting.
Sementara untuk balita dengan permasalahan gizi lainnya (balita tidak naik berat badannya, berat badan kurang dan gizi kurang) ditatalaksana dengan pemberian makanan tambahan (PMT) berbasis pangan lokal bersumber dana dak non fisik Puskesmas tahun anggaran 2024 mengikuti Juknis PMT lokal. Balita yang tidak naik berat badannya diberikan intervensi selama 14 hari, berat badan kurang 28 hari, dan gizi kurang selama 4-8 minggu.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Rusdi Pinem menilai, diperlukan pertemuan evaluasi sektor kesehatan ibu dan anak. Termasuk masalah gizi secara rutin dan berkesinambungan untuk menilai implementasi program kesehatan ibu dan anak serta permasalahan gizi di kabupaten kota. Hal ini untuk menetapkan kebijakan dan merencanakan langkah-langkah strategis. Baik untuk pencegahan maupun penanggulangan masalah kematian ibu, kematian bayi dan permasalahan gizi di provinsi sumatera utara.
Pertemuan Evaluasi Lintas Sektor diikuti 80 orang peserta, 66 orang dari kabupaten kota, dari petugas gizi dan bidan kordinator Puskesmas di 33 Kabuapten Kota Se-Sumatera Utara. (Tim Seksi Kesga dan Gizi, Dinkes Sumut)
LINTAS SEKTOR: Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Rusdi Pinem, SKM, MSi, Mewakili Plt.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Drs. Basarin Yunus Tanjung, M.Si didampingi Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Provinsi Sumatera Utara, Cut Diana Mutia, SKM, MKes, saat membuka Pertemuan Evaluasi Lintas Sektor Kesehatan Ibu dan Anak Termasuk Masalah Gizi di Medan pada Selasa (01/10/2024). (Foto: Seksi Kesga dan Gizi, Dinkes Sumut)