Medan.Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggelar Pertemuan Evaluasi Lintas Sektor Kesehatan Ibu dan Anak Termasuk Masalah Gizi (Weight Faltering, Underweight, Gizi Kurang, Gizi Buruk, Stunting) di Hotel Grand Antares Jalan Sisingamangaraja, Medan, pada 30 Juli hingga 02 Agustus 2024.
Saat membuka pertemuan ini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Provinsi Sumatera Utara, Cut Diana Mutia, SKM, MKes menjelaskan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Bahkan masih jauh dari target global SDG’S. Diharapkan AKI menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2024 dan kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
“Berdasarkan data Survei Demografi Sample Registration system (SRS) tahun 2016 penyebab kematian ibu secara langsung adalah hipertensi dalam kehamilan (33,1%), pendarahan obstetrik (27,03%), komplikasi non obstetrik (15,7%), komplikasi obstetrik lainnya (12,04%), infeksi (6,06%), penyebab lainnya (4,81%). Penyebab kematian ibu ini menunjukkan bahwa kematian ibu dapat dicegah apabila dibarengi dengan mutu pelayanan yang baik,” ujar Cut Diana Mutia.
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Provinsi Sumatera Utara ini mengatakan, indikator kematian anak yaitu Angka Kematian Neonatal dan Angka Kematian Bayi, derdasarakan laporan SDKI 2017 menunjukkan Angka Kematian Neonatal 15 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 24 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal terbanyak berdasarkan SRS 2016 adalah komplikasi kejadian intrapartum (28,3%), gangguan respiratori dan kardiovaskuler (21,3%), BBLR dan prematur (19%), kelainan kongenital (14,8%) dan infeksi (7,3%). Untuk penyebab kematian bayi adalah gangguan pada masa perinatal (49,8%), kelainan kongenital dan genetik (14,2%), pneumonia (9,2%), diare (7%), hemorragic fever (2,2%), meningitis (2%) dan gangguan metabolik (1,3%).
Untuk di Provinsi Sumatera Utara, menurut Cut Diana Mutia, jumlah kematian ibu dan bayi dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan kasus kematian. Yaitu kematian ibu tahun 2022 sebanyak 131 kasus sedangkan tahun 2023 sebanyak 202 kasus. Kematian bayi di tahun 2022 sebesar 610 sedangkan di tahun 2023 sebesar 1007. Kondisi ini mengisyaratkan perlunya upaya yang lebih strategis dan komprehensif yang melibatkan berbagai sektor, walaupun kenaikan ini menunjukkan adanya sistim pencatatan dan pelaporan yang semakin baik melalui aplikasi MPDN.Dimana rumah sakit yang selama ini sulit memberikan laporan terkait kematian ibu dan bayi, dengan adanya aplikasi MPDN yang masuk dalam penilai akreditasi rumah sakit membuat rumah sakit wajib melaporkan data terkait kematian ibu dan bayi.
“Sejalan dengan hasil kegiatan intervensi serentak pada bulan juni 2024, sebanyak 998.412 sasaran balita yang ditimbang dan diukur, terdapat sebanyak 232.320 balita yang bermasalah gizi. Permasalahan gizi yang terjadi adalah balita yang tidak naik berat badannya, balita yang berat badan kurang (underweight), gizi kurang (wasting), gizi buruk dan stunting. Saat ini stunting masih merupakan isu prioritas nasional, angka prevalensi stunting di indonesia menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 sebesar 21,5%, dan prevalensi stunting di sumatera utara pada tahun 2023 sebesar 18,9%, dimana target penurunan stunting secara nasional pada tahun 2024 sebesar 14%, sumatera utara menetapkan target diangka 17,6% pada tahun 2024” ujar Alumni Universitas Sumatera Utara ini.
Selain permasalahan stunting, kata Cut Diana Mutia, wasting juga masih menjadi permasalahan gizi di sumatera utara yang perlu ditangani, World Health Organization (WHO) menetapkan angka cut off wasting sebesar 5%, sesuai dengan hasil survei tahun 2023 angka wasting di sumatera utara sebesar 7,9% dan angka nasional sebesar 8,5%. Untuk prevalensi underweight di sumatera utara saat ini sudah berada diatas angka nasional. Angka prevalensi underweight di sumatera utara mencapai 13,2%, sedangkan angka nasional sebesar 15,9%.
Cut Diana Mutia mengurai dengan adanya kondisi permasalahan gizi tersebut, tentunya perlu adanya penanganan khusus. Dalam hal ini adalah bagaimana mengintervensi balita bermasalah gizi. Setiap permasalahan gizi tentu berbeda dalam intervensinya, untuk balita gizi buruk dengan stunting, intervensi yang sesuai aturan adalah dengan merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tatalaksana balita gizi buruk atau balita stunting.
Sementara untuk balita dengan permasalahan gizi lainnya (balita tidak naik berat badannya, berat badan kurang dan gizi kurang) ditatalaksana dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbasis pangan lokal. Balita yang tidak naik berat badannya diberikan intervensi selama 14 hari, berat badan kurang 28 hari, dan gizi kurang selama 4-8 minggu (56 hari).
“Untuk itu diperlukan pertemuan evaluasi sektor kesehatan ibu dan anak termasuk masalah gizi secara rutin dan berkesinambungan untuk menilai implementasi program kesehatan ibu dan anak serta permasalahan gizi di kabupaten kota. Hal ini untuk menetapkan kebijakan dan merencanakan langkah-langkah strategis baik untuk pencegahan maupun penanggulangan masalah kematian ibu, kematian bayi dan permasalahan gizi di Provinsi Sumatera Utara,” tambahnya.
Pertemuan Evaluasi Lintas Sektor Kesehatan Ibu dan Anak Termasuk Masalah Gizi diikuti petugas gizi (TPG) dan Bidan Koordinator Puskesmas dari 33 kabupaten-kota. Dengan narasumber dari POGI, Politekes Medan Program Gizi, RS Haji Adam Malik Medan dan Dinkes Sumut.