Balita yang mengalami kurang energi protein (KEP) dapat diukur berdasarkan 3 pengukuran yaitu Tinggi Badan (TB)/Umur disebut juga balita pendek ( stunting ), BB/TB disebut juga balita kurus (wasting ) dan BB/Umur disebut juga kurang berat badan (under weight). Berikut ini akan disajikan data data hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan Poltekkes RI Medan Jurusan Gizi pada tahun 2017, tentang kondisi balita di Provinsi Sumatera Utara.
a. Balita Gizi Kurang & Buruk/under weight (BB/U)
Berdasarkan hasil PSG, diperoleh bahwa persentase balita gizi kurang dan buruk (BB/U) di provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuatif dari tahun 2015, 2016 dan 2017, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 1. Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Gizi Buruk, Gizi Kurang & Gizi Lebih (BB/U) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 - 2017
Dari grafik 1 diatas, diketahui bahwa prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Sumatera Utara pada tahun 2017 sebesar 18,2% yang terdiri dari 5,2% gizi buruk dan 13% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 5,0% dengan angka provinsi tahun 2016 (13,2%). Jika dibandingkan angka provinsi tahun 2015 (19,5%) memang mengalami penurunan sebesar 1,3%. Dengan angka sebesar 18,2% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tahun 2017 di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori medium (standar WHO; 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi). Sedangkan prevalensi gizi lebih mengalami peningkatan sebesar 0,2% dari tahun 2016 (1,7%) menjadi 1,9% di tahun 2017. Bila dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, maka 3 (tiga) tertinggi prevalensi gizi buruk dan gizi kurang adalah Nias Barat sebesar 36,8%, Nias sebesar 33,9 dan Nias Utara 28,4%. Sedangkan 3 (tiga) Kabupaten/Kota yang prevalensi gizi buruk dan gizi kurangnya terendah adalah Medan sebesar 6%, Pakpak Bharat sebesar 11,7% dan Deli Serdang sebesar 12,5%. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan hasil PSG prevalensi status gizi balita per kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2017.
Tabel 1. Status Gizi Balita 0-59 Bulan Menurut Indeks BB/U Berdasarkan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
b. Balita Pendek/Stunting (TB/U)
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) di Sumatera Utara diperoleh bahwa prevalensi kependekan secara provinsi tahun 2017 adalah 28,4%, yang berarti terjadi peningkatan sebesar 4% dari keadaan tahun 2016 (24,4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 2. Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Balita Pendek ( TB/U) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015- 2017
Dari grafik 2 diatas, diketahui bahwa jika dibandingkan prevalensi tahun 2017 dengan tahun 2015 (33,2%) terjadi penurunan sebesar 4,8% persen. Prevalensi kependekan sebesar 28,4% terdiri dari 12,5% sangat pendek dan 16% pendek. Bila dibandingkan dengan prevalensi sangat pendek dan pendek, keadaan pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan pada prevalensi sangat pendek dari 9,3% tahun 2016 dan 12,5% tahun 2017. Serta peningkatan prevalensi pendek dari 15,1% pada tahun 2016 menjadi 16% pada tahun 2017.
Berdasarkan kabupaten/kota hasil PSG 2017 menunjukkan bahwa ada 22 kabupaten/kota di Sumatera Utara yang memiliki prevalensi kependekan diatas angka prevalensi Provinsi Sumatera Utara (28,4%). Urutan 3 (tiga) tertinggi prevalensi kependekan berdasarkan kabupaten/kota yaitu, Nias Barat (45,7%), Nias Utara (41,6%), Nias (41,6%). Berikut ini akan disajikan prevalensi kependekan berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) berdasarkan kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2017.
Tabel 2 . Prevalensi Status Gizi Balita (TB/U) menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
Menurut WHO 2010, masalah kesehatan masyarakat dianggap prevalensi tinggi bila prevalensi status gizi menurut indikator TB/U pendek 30% – 39% dan prevalensi sangat tinggi bila prevalensi ≥40%. Berdasarkan kategori tersebut maka ada 13 kabupaten/kota termasuk kategori prevalensi tinggi yaitu Mandailing Natal (39,7%), Nias Selatan (38,9%), Simalungun (36,7%), Toba Samosir (36,2%), Gunung Sitoli (35,8%), Padang Sidempuan (35,7%), Deli Serdang (33,3%), Labuhan Batu (33,1%), Samosir (33,1%), Tapanuli selatan (32,4%), Padang Lawas utara (32,2%), Serdang Bedagai (31,6%) dan Karo (30,8%) serta sebanyak 5 kabupaten/kota termasuk kategori prevalensi sangat tinggi yaitu Nias Barat (45,7%), Nias Utara (41,6%), Nias (41,6%), Humbang Hasundutan (41,5%) dan Padang Lawas (40,5%).
c. Balita Sangat Kurus & Kurus/wasting (BB/TB)
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) menunjukkan bahwa balita sangat kurus di provinsi Sumatera Utara tahun 2015 sebesar 6,8%, hasil PSG tahun 2016 menurun menjadi 4,3%, namun hasil PSG 2017 naik kembali menjadi 5,8%. Sedangkan balita kurus dari tahun 2015 sebesar 9,1%, turun menjadi 7,7% di tahun 2016 serta tidak ada perubahan pada tahun 2017 sebesar 7,7%. Secara keseluruhan prevalensi balita kurus (sangat kurus dan kurus) di provinsi Sumatera Utara menurun dari 15,9% pada tahun 2015 menjadi 12,0% pada tahun 2016 tetapi kemudian meningkat kembali menjadi 13,5 % pada tahun 2017. Untuk lebih jelasnya akan digambarkan pada grafik dibawah ini.
Grafik 3. Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Balita Sangat Kurus & Kurus (BB/TB) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 - 2017
Berdasarkan kabupaten/kota hasil PSG 2017 menunjukkan bahwa sebanyak 20 kabupaten/kota di Sumatera Utara memiliki prevalensi kekurusan diatas angka prevalensi provinsi (13,5%). Urutan 5 (lima) prevalensi tertinggi adalah Tanjung Balai (41,0%), Nias (31,0%), Batu Bara (29,7%), Langkat (26,0%), dan Samosir (22,4%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 3. Prevalensi Status Gizi Balita (BB/TB) menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
Menurut WHO masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB Kurus antara 10% - 14,9%, dan dianggap kritis bila ≥ 15%. Pada tahun 2017, Angka Provinsi Sumatera Utara, prevalensi BB/TB kurus pada balita sebesar 14,5%. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di provinsi Sumatera Utara hampir masuk dalam kategori masalah kesehatan masyarakat yang kritis. Dari 33 kabupaten/kota, ada 12 kabupaten/kota yang masuk kategori serius (10%-14,9%), dan 15 kabupaten/kota termasuk kategori mempunyai masalah kekurusan kritis(≥ 15%).