Dinas Kesehatan Sumatera Utara akan menurunkan sekitar 200 tenaga enumerator untuk melaksanakan pengumpulan dan penginputan data terhadap bayi dan ibu hamil selama 24 hari. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi,
Hal itu terungkap dalam Orientasi Surveilans Gizi melalui Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) tingkat Provinsi Sumatera Utara, Minggu (2/9) malam di Hotel Garuda Plaza Medan.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Agustama, mengatakan berdasarkan Permenkes No. 45 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan surveilance kesehatan, maka setiap kabupaten/kota harus melakukan surveilans gizi yang merupakan pengamatan gizi secara terus-menerus dan berlaku untuk mengambil keputusan.
"Jadi tujuan pertemuan kita ini untuk mencari data dalam memperkecil pencegahan bagaimana supaya berkurangnya (orang kekurangan gizi dan stunting," jelasnya sambil mengatakan Direktorat Gizi Kemenkes RI pada 2017 lalu telah mengembangkan sistem aplikasi online berbasis masyarakat e-PPBGM. Artinya, saat ini kita dituntut dengan zaman elektronik.
"Dengan adanya IT, adik-adik diharapkan mengisi aplikasi ini berdasarkan yang sudah ada. Semua data harus diinput dalam aplikasi ini," pintanya dan berharap, kepada peserta untuk benar-benar mencari dan melaporkan data dari masyarakat sesuai dengan by name by address.
"Sasarannya balita dan ibu hamil. Jadi nanti ditotal berapa ibu hamil dan balita yang ada sekarang ini," jelasnya.
Oleh karena itu, dengan adanya aplikasi e-PPGBM ini, surveilans gizi dapat terpantau dan pemangku kebijakan daerah masing-masing menjadi mudah mengamati permasalahan kesehatan masyarakat untuk selanjutnya dapat diambil keputusan sekaligus memberikan intervensi yang tepat sasaran, efektif, dan efisien.
"Hasil surveilans gizi dapat digunakan sebagai bahan advokasi kepada stakeholder serta untuk perumus kebijakan dalam rangka mengambil kebijakan dan tindakan segera. Perencanaan dan evaluasi terhadap program gizi di kabupaten/kota dan provinsi," jelasnya.
Dengan dasar tersebut, maka diperlukan kegiatan orientasi surveilance gizi melalui elektronik pencatatan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) di tingkat Provinsi Sumut untuk memberikan kejelasan pelaksanaan surveilance gizi di tingkat kabupaten/kota.
23 Kementerian
Sementara itu, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Doddy Izwardy menjelaskan, fokus pemerintah saat ini mengatasi stunting. Ini gagal tumbuh dan dipengaruhi gizi kronik. Oleh karena itu, pelaksanaan ini tidak bisa dilakukan hanya Kemenkes RI atau dinas kesehatan saja.
"Karena kontribusi mengatasi stunting itu hanya 30 persen, 70 persen lainnya di luar sektor kesehatan. Makanya, untuk mengatasi persoalan stunting ini, sebanyak 23 kementerian ikut terlibat di dalamnya," ungkap Doddy.
Seperti Kementerian Sosial, menangani dari sisi sosial yang terjadi di masyarakat.
"Seperti keluarga miskin (misalnya), mereka tidak mampu membeli makanan-makanan (yang bergizi), sehingga pemerintah memberikan bantuan non tunai. Dan bantuan non tunai ini diperuntukkan membeli makanan-makanan yang bergizi," jelasnya.
Diakuinya, Indonesia merupakan peringkat kelima di dunia soal stunting. Jadi kalau Indonesia gagal menangani itu, maka ke depan persoalan ini sangat dikhawatirkan dan di lain sisi, Indonesia menduduki peringkat ke 10 dunia soal obesitas.
Makanya, untuk mengatasi persoalan ini, pihaknya telah meluncurkan aplikasi e-PPGBM yang nantinya petugas akan mencari, mengumpulkan, dan menginput data ke aplikasi tersebut.