Lotu,(05/11/19) Pelaksanaan Sosialisasi dilaksanakan di JJD Cafe lotu Kabupaten Nias Utara pada tanggal 05 November 2019 yang dihadiri oleh Bappeda,Pemdes,PUPR,Daramil dan Kapolsek Lotu Kabupaten Nias Utara dengan peserta dari seluruh Kepala Puskesmas, Petugas Kesling Puskesmas dan Kepala Desa Kabupaten Nias Utara dengan Narasumber dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar ( BAB ) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi da kebutuhan higienis lainnya.
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19 % atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 % dari Produk Domestik Bruto ( study World Bank, 2007 ). Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program ( ISSDP ) tahun 2006, menunjukkan 47 % masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kebun dan tempat terbuka.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32 % dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45 % dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39 % perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94 %. Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) Tahun 2004 – 2009.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ( STBM ) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai – nilai untuk meraih tujuan.
Saat ini berdasarkan beberapa survey yang dilakukan, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia masih cukup tinggi. Masih sekitar 24% BAB di tempat terbuka dan 14% tidak memiliki akses ke sumber air bersih (JMP, 2013), padahal ketika anak-anak tumbuh di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, maka risiko mereka terkena penyakit menjadi lebih besar dan kemungkinan berulang juga tinggi, inilah yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mereka.
Upaya yang sudah di inisiasi di Indonesia seperti STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang merupakan sebuah pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
5 upaya pemicuan yang dilakukan untuk perubahan perilaku masyarakat yaitu
1) Stop buang air besar sembarangan;
2) Cuci tangan pakai sabun;
3) Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga ;
4) Pengamanan sampah rumah tangga; dan
5) Pengamanan limbah cair rumah tangga.
Adapula kampanye pengenalan PHBS (perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada masyarakat yang beberapa diantaranya terkait sanitasi yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di air bersih dan mengalir, menggunakan jamban sehat, serta penggunaan air bersih.
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi. Intervensi paling menentukan pada 1.000 HPK (1000 Hari Pertama Kehidupan). Faktor yang mempengaruhi terjadinya Stunting adalah sebagai berikut :
- Praktek pengasuhan yang tidak baik
- Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
- 60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
- 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makana Pengganti ASI
- Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc (ante natal care), post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
- 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan Aanak Usia Dini
- 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
- Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
- Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi 3. Kurangnya akses ke makanan bergizi
- 1 dari 3 ibu hamil anemia
- Makanan bergizi mahal
- Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
- 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
- 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih
Untuk mencegah dan mengatasi stunting, dilakukan dua model intervensi yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung misalnya melalui imunisasi, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, dan pemantauan pertumbuhan. Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan gender. Studi Lancet (2008) menemukan bahwa intervensi spesifik hanya mendukung 20% upaya pencegahan/penurunan stunting, sementara intervensi sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai studi yang dilakukan oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan akademisi menemukan bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak merupakan kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan, dan stunting.
Diterapkannya pendekatan sanitasi total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 20078 telah meningkatkan akses sanitasi dari 48,56 % tahun 2008 menjadi 67,80 % pada tahun 2016. Diadopsinya pendekatan STBM kedalam program-program air minum juga telah berkontribusi pada peningkatan akses dari 46,45 % pada tahun 2008 menjadi 71,14 % pada tahun 2016. Masih ada sekitas 80 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki akses kepada sanitasi yang layak dan 74 juta yang belum memiliki akses air minum yang layak (BPS, 2017 )
Dalam upaya menurunkan angka stunting dan mencapai target akses universal air minum dan sanitasi, diperlukan kolaborasi dan integrasi antara program air minum, sanitasi, dan gizi. Kolaborasi ini memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola kegiatan terkait STBM dan stunting yang tersebar merata di seluruh Indonesia. Kolaborasi dan integrasi antara SDM yang memahami STBM dan memahami isu stunting merupakan hal baru. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan sehingga mampu mendorong percepatan pencapaian target sanitasi dan penurunan stunting di Indonesia.